Pages

Minggu, 14 April 2013

Makalah tentang hubungan antara peran dan status sosial dengan kesetaraan gender


BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kedudukan atau status social merupakan posisi seseorang seecara umun dalam masyarakat dalam hubungannya dengan orang lain. Posisi seseorang menyangkut lingkungan pergaulan, prestige, hak-hak, dan kewajiban. Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam satu pola kehidupan. Sebagaimana kedudukan, maka setiap orang pun dapat mempunyai macam-macam peran yang berasal dari pola pergaulan hidupnya, hal tersebut berarti pula bahwa peran tersebut menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Peran sangat penting karena dapat mengatur perilakuan seseorang, disamping itu peran menyebabkan dapat meramalkan perbuatan orang lain pada batas tertentu, sehigga orang dapat menyesuaikan perilakunya sendiri dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi atau tempatnya dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat (social-position) merupakan unsure statis yang menunjukan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Sedangkan peran lebih banyak menunjuk pada fungsi, artinya seseorang menduduki posisi tertentu dalam masyarakat dan menjalankan suatu peran.
Beragam status yang dimiliki seseorang dapat menimbulkan pertentangan atau konflik status. Konflik status adalah konflik batin yang dialami seseorang sebagai akibat adanya beberapa status yang dimilikinya yang saling bertentangan. Seiring adanya konflik antara kedudukan-kedudukan, maka ada juga konflik peran (conflict of role) dan bahkan pemisahan antara individu dengan peran sesungguhnya harus dilaksanakan (role-distance). Role distance terjadi apabila si individu merasakan dirinya tertekan, karena merasa dirinya tidak sesuai untuk melaksanakan perannya yang diberikan masyarakat kepadanya, sehingga tidak dapat melaksanakan perannya dengan sempurna atau bahkan menyembunyikan diri. Peran dapat memb imbing seseorang dalam berperilaku, karena fungsi peran sendiri adalah memberikan arah pada proses sosialisasi, pewarisan tradisi, kepercayaan, nila-nilai, norma-norma dan pengetahuan, dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat, dan menghidupkan system pengendali control sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat.
Pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang sesuai dengan status sosialnya. Antara peran dan status sudah tidak dapat dipisahkan lagi. Tidak ada peran tanpa status social atau sebaliknya. Peran social bersifat dinamis sedangkan status social bersifat statis. Dalam masyarakat. Peran dianggap sangat penting karena peran mengatur perilaku seseorang berdasarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
B.Rumusan Masalah
·         Apa pengertian peran sosial?
·         Apa pengertian status sosial?
·         Bagaimana hubungan antara peran dan status sosial dengan kesetaraan gender?













BAB II
PEMBAHASAN
A.Peran Sosial
Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan, yaitu seseorang yang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Artinya, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia telah menjalankansuatu peranan. Suatu peranan paling tidak mencakup tiga hal berikut :
1.Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat  seseorang dalam masyarakat.
2.Peranan merupakan suatu konsep perihal apa yan dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3.Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur social.
Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan masyarakat. Posisi seseorang dalam masyarakat(social-posistion) merupakan unsure statis yang menunjukan tempat individu dalam masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Dalam peranan yang berhubungan  dengan pekerjaannya, seseoang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajiban yang berhubunga dena peranan yang dipegangnya.
 Gross, Masson, dan McEachren mendefisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan social tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma social dan oleh karena itu ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat.
Selanjutnya Berry mengungkapkan bahwa di dalam peranan terdapat 2 macam harapan,yaitu:
1)harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban dari pemegang peran,dan
2)harapan-harapan yang dimiliki oleh sipemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan perannnya atau kewajiban-kewajibannya.
Sedangkan Hendropuspito mengungkapkan bahwa istilah peranan (dalam sandiwara) oleh para ahli sosiologi dialihkan ke panggung sandiwara, diberi isi dan fungsi baru yang disebut peranan social. Istilah peranan menunjukan bahwa masyarakatmempunyai lakon, bahkan masyarakat lakon itu sendiri. Masyarakat adalah suatu lakon yang masih actual, lakon yang besar, yang terdiri dari bagian-bagian dan pementasannya diserahkan kepada anggota-anggota masyarakat. Lakon masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat. Jadi peran social adalah bagian dari fungsi social masyarakat.
Kata social dalam peranan social mengandung maksud bahwa peranan tersebut terdiri atas sejumlah pola kelakuan lahiriah maupun batiniah yang diterima dan diikuti banyak orang.
Bertolak dari sudut pandang diatas, peranan social dapat didefinisikan sebagai bagian dari fungsi social masyarakat yang dilaknsanakan oleh orang atau kelompok tertentu, menurut pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang telah ditentukan.

Dari analisis pengertian peranan social, dapat disimpulkan bahwa :
1) peranan sosial adalah sebagian dari keseluruhan fungsi masyarakat,
 2) peranan sosial mengandung sejumlah pola kelakuan yang telah ditentukan,
 3) peranan sosial dilakukan oleh perorangan atau kelompok tertentu,
4) pelaku peranan sosial mendapat tempat tertentu dalam tangga masyarakat,
5) dalam peranan sosial terkandung harapan yang khas dari masyarakat, dan
 6) dalam peranan sosial ada gaya khas tertentu.
Dalam kamus sosiologi disebutkan bahwa peranan adalah 1) aspek dinamis dari kedudukan, 2)perangkat hak-hak dan kewajiban, 3)perilaku actual dari pemegang kedudukan, dan 4)bagian dari aktivitas yang dimainkan oleh seseorang. Sedangkan Horton dan Hunt mengemukakan bahwa peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai status. Bahkan dalam suatu tunggalpun oran yang dihadapkan dengan sekelompok peran yang disebut sebagai perangkat peran. Istilah seperangkat peran (role set) digunakan untuk menunjukan bahwa satu tidak hanya mempunyai satu peran tunggal, akan tetapi sejumlah peran yang saling berhubungan dan cocok.
B.Status Sosial
Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya masing-masing. Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status social sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya. Pada semua system social, tentu terdapat berbagai macam kedudukan atau status, seperti anak, isteri, suami, ketua RW, ketua RT, Camat, Lurah, Kepala Sekolah, Guru dan sebagainya.
Status social adalah sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki seseorang dalam masyarakatnya (menurut Ralph Linton). Orang yang memiliki status social yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur masyarakat dibandingkan dengan status sosialnya rendah.
1.Ascribed Status
Ascribed Status adalah tipe status yang didapat sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta, golongan, keturunan, suku, usia, dan sebagainya.

2.Achieved Status
Achieved Status adalah status social yan didapat seseorang karena kerja keras dan usaha yang dilakukannya. Contoh achieved status yaitu harta kekayaan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll.
3.Assigned Status
Assigned Status adalah status social yag dieroleh seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan didapat sejak lahir tetapi diberikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat. Contoh seperti seseorang yang dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan sebagainya.
Kadangkala seseorang atau individu dalam masyarakat memiliki dua atau lebih status yang disandangnya secara bersamaan. Apabila status-status yang dimilikinya tersebut berlawanan akan terjadi benturan atau pertentangan. Hal itulah yang menyebabkan timbul apa yang dinamakan Konflik Status. Jadi akibat yang ditimbulkan dari status social seseorang adalah timbulnya konflik status.

Macam-macam Konflik Status :
a).Konflik Status Individual:
Konflik status yang dirasakan seseorang dalam batinnya sendiri.
contoh : - Seorang wanita harus memilih sebagai wanita karier atau ibu rumah tangga.
- Seorang anak harus memilih meneruskan kuliah atau bekerja.
b).Konflik Status Antar Individu :
Konflik status yang terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, karena status yang dimilikinya.
Contoh : - Perebutan warisan antara dua anak dalam keluarga.
-Tono berantem dengan Tomi gara-gara sepeda motor yang dipinjamnya dari kakak mereka.


c).Konflik Status Antar Kelompok :
Konflik kedudukan atau status yang terjadi antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Contoh: - Peraturan yang dikeluarkan satu departemen bertentangan dengan peraturan departemen yang lain. DPU ( Dinas Pekerjaan Umum) yang punya tanggung jawab terhadap jalan-jalan raya, kadang terjadi konflik dengan PLN (Perusahaan Listrik Negara) yang melubangi jalan ketika membuat jaringan listrik baru. Pada waktu membuat jaringan tersebut, kadangkala pula berkonflik dengan TELKOM karena merusak jaringan telpon dan dengan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) karena membocorkan pipa air. Keempat Instansi tersebut akan saling berbenturan dalam melaksanakan statusnya masing-masing.
C.HUBUNGAN PERAN DAN STATUS SOSIAL DENGAN KESETARAAN GENDER
Konsep gender berbeda dengan sex, sex merujuk pada perbedaan jenis kelamin yang pada akhirnya menjadikan perbedaan kodrati antara laki-laki dan perempuan, berdasar pada jenis kelamin yang dimilikinya, sifat biologis, berlaku universal dan tidak dapat diubah. Adapun gender (Echols dan Shadily, 1976, memaknai gender sebagai jenis kelamin) adalah sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Faqih, 1999), dengan begitu tampak jelas bahwa pelbagai pembedaan tersebut tidak hanya mengacu pada perbedaan biologis, tetapi juga mencakup nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai tersebut menentukan peranan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan pribadi dan dalam setiap bidang masyarakat (Kantor Men. UPW, 1997). Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa gender adalah perbedaan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan karena konstruksi sosial, dan bukan sekadar jenis kelaminnya. Dengan sendirinya gender dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai kontruksi masyarakat yang bersangkutan tentang posisi peran laki-laki dan perempuan.
Berikut ini beberapa pengertian gender menurut para ahli, antara lain :
1)      Gener adalah peran social dimana peran laki-laki dan peran perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004)
2)      Gender adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nila budaya yang berlaku dalam periode waktu tertentu (WHO,2001).
3)      Gender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab social bagi perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh budaya (Azwar, 2001).
4)      Gender adalah jenis kelamin social atau konotasi masyarakat untk menentukan peran social berdasarkan jenis kelamin (Suryadi dan Idris, 2004).
Berikut ini adalah teori tentang gender, antara lain :
1) Teori Kodrat Alam
Menurut teori ini perbedaan biologis yang membedakan jenis kelamin dalam memandang gender (Suryadi dan Idris, 2004). Teori ini dibagi menjadi 2 yaitu :
1)Teori Nature
Teori ini memandang perbedaan gender sebagai kodrat alam yang tidak perlu dipermasalhkan
2)Teori Nurture
Teori ini memandang perbedaan gender sebagai hasil rekayasa budaya dan bukan kodrati, sehingga perbedaan gender tidak berlaku universal dan dapat dipertukarkan.
2) Teori Kebudayaan
Teori ini memandang gender sebagai akibat dari kontruksi budaya (Suryadi dan Idris, 2004). Menurut teori ini terjadi keunggulan laki-laki terhadap perempuan karena kontruksi budaya, materi, atau harta kekayaan. Gender itu merupakan hasil proses budaya masyarakat yang membedakan peran social laki-laki dan perempuan. Pemilahan peran social berdasarkan jenis kelamin dapat dipertukarkan, dibentuk dan dilatihkan.
3) Teori Fungsional Struktural
Berdasarkan teori ini munculnya tuntutan untuk kesetaraan gender dalam peran social di masyarakat sebagai akibat adanya perubahan struktur nilai social ekonomi masyarakat. Dalam era globalisasi yang penuh dengan berbagai persaingan peran seseorang tidak mengacu kepada norma-norma kehidupan social yang lebih banyak mempertimbangkan factor jenis kelamin, akan tetapi ditentukan oleh daya saing dan keterampilan (Suryadi dan Idris, 2004)
Dalam banyak budaya tradisional, perempuan ditempatkan pada posisi yang dilirik setelah kelompok laki-laki. Fungsi dan peran yang diemban perempuan dalam mayarakat tersebut secara tidak sadar biasanya dikonstruksikan oleh budaya setempat sebagai warga negara kelas dua. Pada posisi inilah terjadi bias gender dalam masyarakat. Meski disadari bahwa ada perbedaan-perbedaan kodrati makhluk perempuan dan laki-laki secara jenis kelamin  dan konstruksi tubuh, namun dalam konteks budaya peran yang diembannya haruslah memiliki kesetaraan. Hingga saat ini masih ditengarai terjadi ketidaksejajaran peran antara laki-laki dan perempuan, yang sebenarnya lebih didasarkan pada kelaziman budaya setempat.Terkait dalam kehidupan keseharian, konstruksi budaya memiliki kontribusi yang kuat dalam memposisikan peran laki-laki - perempuan. Banyaknya ketidaksetaraan ini pada akhirnya memunculkan gerakan feminis yang menggugat dominasi laki-laki atas perempuan.
Hal ini terjadi pada perempuan di Dusun Kalitengah Lor, Glagahardjo, Cangkringan, Sleman, seluruhnya ikut bekerja dengan mengandalkan kekuatan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perempuan ikut melakukan kegiatan pertanian, peternakan bahkan mencari pasir dan batu. Lahan pertanian merupakan sumberdaya andalan sebagai sumber pendapatan guna memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Seluruh lahan garapan berupa lahan kering ditanami rumput dan kayu, lahan  dekat pemukiman biasan ditanami polowijo seperti  ketela, jagung dan sedikit sayuran untuk konsumsi sendiri. Seluruh perempuan mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan peternak sebagai mata pencaharian pokok dan perempuan yang mempunyai mata pencaharian tambahan mencapai 48,2 persen,  kelompok perempuan ini berarti mempunyai peran  multiple role sebagai ibu rumahtangga, petani dan peternak masih mempunyai kegiatan tambahan sebagai pedagang, buruh serabutan, mencari pasir, batu dan hasil hutan.
Perbedaan  laki- laki dan perempuan dalam konstruksi sosial budaya telah merugikan perempuan seperti melahirkan pembagian kerja yang tidak seimbang, perempuan mempunyai beban kerja lebih berat apabila harus bekerja mencari nafkah. Subordinasi terhadap perempuan dengan anggapan perempuan memiliki kualitas rendah telah merugikan perempuan sehingga perempuan didorong untuk bertanggungjawab pada tugas rumahtangga.  Kegiatan rumahtangga tidak menghasilkan uang/ upah dan kegiatan tersebut identik dengan perempuan  bahkan selayaknya menjadi kewajiban dan tanggung jawab perempuan.  Kenyataan bahwa perempuan harus bertanggung jawab atas seluruh beban kerja di rumahtangga  meskipun  perempuan mampu memberikan sumbangan  pendapatan dari pekerjaan di luar rumah tangga.
Kerancuan dalam mempersepsi perbedaan seks dalam kontek sosial budaya dan status, serta peran yang melakat pada relai laki-laki perempuan pada akhirnya menumbuhsuburkan banyak  asumsi yang memposisikan perempuan sebagai subordinat laki-laki. Ketimpangan relasi laki-laki perempuan ini muncul dalam anggapan, laki-laki memiliki sifat misalnya assertif, aktif, rasional, lebih kuat, dinamis, agresif, pencari nafkah utama, bergerak di sektor publik, kurang tekun. Sementara itu di lain sisi, perempuan diposisikan tidak assertif, pasif, emosional, lemah, statis, tidak agresif, penerima nafkah, bergerak di sektor domestik, tekun, dll
Contoh peran gender berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain sebagai berikut:
(1). Masyarakat Bali menganut sistem kekerabatan patrilineal, berarti hubungan keluarga dengan garis pria (ayah) lebih penting atau diutamakan dari pada hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu).
(2). Masyarakat Sumatera Barat menganut sistem kekerabatan matrilineal, berarti hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu) lebih penting dari pada hubungan keluarga dengan garis pria (ayah).
(3). Masyarakat Jawa menganut sistem kekerabatan parental/ bilateral, berarti hubungan keluarga dengan garis pria (ayah) sama pentingnya dengan hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu).

Jadi status dan peran pria dan wanita berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, yang disebabkan oleh perbedaan norma sosial dan nilai sosial budaya. Contoh peran gender berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan jaman sebagai berikut. Pada masa lalu, menyetir mobil hanya dianggap pantas dilakukan oleh pria, tetapi sekarang wanita menyetir mobil sudah dianggap hal yang biasa. Contoh lain, pada masa silam, jika wanita ke luar rumah sendiri (tanpa ada yang menemani) apalagi pada waktu malam hari, dianggap tidak pantas, tetapi sekarang sudah dianggap hal yang biasa.
Contoh peran gender yang dapat ditukarkan antara pria dengan wanita sebagai berikut. Mengasuh anak, mencuci pakaian dan lain-lain, yang biasanya dilakukan oleh wanita (ibu) dapat digantikan oleh pria (ayah). Contoh lain, mencangkul, menyembelih ayam dan lain-lain yang biasa dilakukan oleh pria (ayah) dapat digantikan oleh wanita (ibu).
Dikemukakan oleh Bemmelen (2002), beberapa ciri gender yang dilekatkan oleh masyarakat pada pria dan wanita sebagai berikut. Perempuan memiliki ciri-ciri: lemah, halus atau lembut, emosional dan lain - lain. Sedangkan pria memiliki ciri-ciri: kuat, kasar, rasional dan lain-lain. Namun dalam kenyataannya ada wanita yang kuat, kasar dan rasional, sebaliknya ada pula pria yang lemah, lembut dan emosional. Beberapa status dan peran yang dicap cocok atau pantas oleh masyarakat untuk pria dan wanita sebagai berikut:
4) Untuk Perempuan
a)      Ibu rumah tangga
b)      Bukan pewaris
c)      Tenaga kerja domestic (urusan rumah tangga)
d)     Pramugari
e)      Panen padi
5) Untuk Laki-Laki
a)      Kepala keluarga / rumah tangga
b)      Pewaris
c)      Tenaga kerja public (mencari nafkah)
d)     Pilot
e)      Pencangkul lahan


Dalam kenyataannya, ada pria yang mengambil pekerjaan urusan rumah tangga, dan ada pula wanita sebagai pencari nafkah utama dalam rumah tangga mereka, sebagai pilot, pencangkul lahan dan lain-lain. Dengan kata-kata lain, peran gender tidak statis, tetapi dinamis (dapat berubah atau diubah, sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi).
Berkaitan dengan gender, dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut:
1)      Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun  untuk diperdagangkan. Peran ini sering pula disebut dengan peran di sektor publik.
2)      Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan alat-alat rumah tangga, menyetrika, membersihkan rumah, dan lain-lain. Peran reproduktif ini disebut juga peran di sektor domestik.
3)      Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong-royong dalam menyelesaikan beragam pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama. (Kantor Menteri Negara Peranan Wanita, 1998 dan Tim Pusat Studi Wanita Universitas Udayana, 2003).





















BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1)      Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan, yaitu seseorang yang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Artinya, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia telah menjalankansuatu peranan.
2)       Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status social sering pula disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok masyarakatnya.
3)       Status dan peran pria dan wanita berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, yang disebabkan oleh perbedaan norma sosial dan nilai sosial budaya. Nilai-nilai tersebut menentukan peranan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan pribadi dan dalam setiap bidang masyarakat. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa gender adalah perbedaan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan karena konstruksi sosial, dan bukan sekadar jenis kelaminnya. Dengan sendirinya gender dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai kontruksi masyarakat yang bersangkutan tentang posisi peran laki-laki dan perempuan.
B.Saran
Mengupayakan peranan wanita yang berwawasan gender, dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini perlu didukung oleh perilaku saling menghargai atau menghormati, saling membantu, saling pengertian, saling peduli dan saling membutuhkan antara pria dengan wanita.

Daftar Pustaka

http://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2165744-definisi-peran-atau-peranan (diakses pada tanggal 31 desember 2012,pukul 21.17 WIB)
http://luluvikar.wordpress.com/2010/12/05/status-sosial-dan-peranan-sosial/ (diakses pada tanggal 01 january 2013, pukul 08.13 WIB)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar