BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Kedudukan
atau status social merupakan posisi seseorang seecara umun dalam masyarakat
dalam hubungannya dengan orang lain. Posisi seseorang menyangkut lingkungan
pergaulan, prestige, hak-hak, dan kewajiban. Secara abstrak, kedudukan berarti
tempat seseorang dalam satu pola kehidupan. Sebagaimana kedudukan, maka setiap
orang pun dapat mempunyai macam-macam peran yang berasal dari pola pergaulan
hidupnya, hal tersebut berarti pula bahwa peran tersebut menentukan apa yang
diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan
masyarakat kepadanya. Peran sangat penting karena dapat mengatur perilakuan
seseorang, disamping itu peran menyebabkan dapat meramalkan perbuatan orang
lain pada batas tertentu, sehigga orang dapat menyesuaikan perilakunya sendiri
dengan perilaku orang-orang sekelompoknya. Peran yang melekat pada diri
seseorang harus dibedakan dengan posisi atau tempatnya dalam pergaulan
kemasyarakatan. Posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat (social-position)
merupakan unsure statis yang menunjukan tempat individu dalam organisasi
masyarakat. Sedangkan peran lebih banyak menunjuk pada fungsi, artinya
seseorang menduduki posisi tertentu dalam masyarakat dan menjalankan suatu
peran.
Beragam
status yang dimiliki seseorang dapat menimbulkan pertentangan atau konflik
status. Konflik status adalah konflik batin yang dialami seseorang sebagai
akibat adanya beberapa status yang dimilikinya yang saling bertentangan.
Seiring adanya konflik antara kedudukan-kedudukan, maka ada juga konflik peran
(conflict of role) dan bahkan pemisahan antara individu dengan peran
sesungguhnya harus dilaksanakan (role-distance). Role distance terjadi apabila
si individu merasakan dirinya tertekan, karena merasa dirinya tidak sesuai
untuk melaksanakan perannya yang diberikan masyarakat kepadanya, sehingga tidak
dapat melaksanakan perannya dengan sempurna atau bahkan menyembunyikan diri.
Peran dapat memb imbing seseorang dalam berperilaku, karena fungsi peran
sendiri adalah memberikan arah pada proses sosialisasi, pewarisan tradisi,
kepercayaan, nila-nilai, norma-norma dan pengetahuan, dapat mempersatukan
kelompok atau masyarakat, dan menghidupkan system pengendali control sehingga
dapat melestarikan kehidupan masyarakat.
Pelaksanaan
hak dan kewajiban seseorang sesuai dengan status sosialnya. Antara peran dan
status sudah tidak dapat dipisahkan lagi. Tidak ada peran tanpa status social
atau sebaliknya. Peran social bersifat dinamis sedangkan status social bersifat
statis. Dalam masyarakat. Peran dianggap sangat penting karena peran mengatur
perilaku seseorang berdasarkan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
B.Rumusan
Masalah
·
Apa pengertian peran sosial?
·
Apa pengertian status sosial?
·
Bagaimana hubungan antara peran dan
status sosial dengan kesetaraan gender?
BAB II
PEMBAHASAN
A.Peran
Sosial
Peranan merupakan aspek dinamis
dari kedudukan, yaitu seseorang yang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya.
Artinya, apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, maka dia telah menjalankansuatu peranan. Suatu peranan paling
tidak mencakup tiga hal berikut :
1.Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau
tempat seseorang dalam masyarakat.
2.Peranan merupakan suatu konsep perihal apa yan dilakukan oleh
individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3.Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang
penting bagi struktur social.
Peranan yang melekat pada diri
seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan masyarakat. Posisi
seseorang dalam masyarakat(social-posistion) merupakan unsure statis yang
menunjukan tempat individu dalam masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada
fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki
suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Dalam peranan
yang berhubungan dengan pekerjaannya,
seseoang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajiban yang berhubunga dena
peranan yang dipegangnya.
Gross, Masson, dan McEachren mendefisikan
peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang
menempati kedudukan social tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan
imbangan dari norma-norma social dan oleh karena itu ditentukan oleh
norma-norma di dalam masyarakat.
Selanjutnya Berry mengungkapkan
bahwa di dalam peranan terdapat 2 macam harapan,yaitu:
1)harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban dari pemegang peran,dan
1)harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban dari pemegang peran,dan
2)harapan-harapan yang dimiliki oleh
sipemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan
dengannya dalam menjalankan perannnya atau kewajiban-kewajibannya.
Sedangkan Hendropuspito
mengungkapkan bahwa istilah peranan (dalam sandiwara) oleh para ahli sosiologi
dialihkan ke panggung sandiwara, diberi isi dan fungsi baru yang disebut
peranan social. Istilah peranan menunjukan bahwa masyarakatmempunyai lakon,
bahkan masyarakat lakon itu sendiri. Masyarakat adalah suatu lakon yang masih
actual, lakon yang besar, yang terdiri dari bagian-bagian dan pementasannya
diserahkan kepada anggota-anggota masyarakat. Lakon masyarakat itu disebut
fungsi atau tugas masyarakat. Jadi peran social adalah bagian dari fungsi
social masyarakat.
Kata social dalam peranan
social mengandung maksud bahwa peranan tersebut terdiri atas sejumlah pola
kelakuan lahiriah maupun batiniah yang diterima dan diikuti banyak orang.
Bertolak dari sudut pandang
diatas, peranan social dapat didefinisikan sebagai bagian dari fungsi social
masyarakat yang dilaknsanakan oleh orang atau kelompok tertentu, menurut pola
kelakuan lahiriah dan batiniah yang telah ditentukan.
Dari analisis pengertian
peranan social, dapat disimpulkan bahwa :
1) peranan sosial adalah
sebagian dari keseluruhan fungsi masyarakat,
2) peranan sosial mengandung sejumlah pola
kelakuan yang telah ditentukan,
3) peranan sosial dilakukan oleh perorangan
atau kelompok tertentu,
4) pelaku peranan sosial
mendapat tempat tertentu dalam tangga masyarakat,
5) dalam peranan sosial
terkandung harapan yang khas dari masyarakat, dan
6) dalam peranan sosial ada gaya khas
tertentu.
Dalam kamus sosiologi disebutkan bahwa peranan adalah 1) aspek
dinamis dari kedudukan, 2)perangkat hak-hak dan kewajiban, 3)perilaku actual
dari pemegang kedudukan, dan 4)bagian dari aktivitas yang dimainkan oleh
seseorang. Sedangkan Horton dan Hunt mengemukakan bahwa peran adalah perilaku
yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai status. Bahkan dalam suatu
tunggalpun oran yang dihadapkan dengan sekelompok peran yang disebut sebagai
perangkat peran. Istilah seperangkat peran (role set) digunakan untuk menunjukan
bahwa satu tidak hanya mempunyai satu peran tunggal, akan tetapi sejumlah peran
yang saling berhubungan dan cocok.
B.Status Sosial
Setiap individu dalam masyarakat memiliki status sosialnya
masing-masing. Status merupakan perwujudan atau pencerminan dari hak dan
kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status social sering pula disebut
sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok
masyarakatnya. Pada semua system social, tentu terdapat berbagai macam
kedudukan atau status, seperti anak, isteri, suami, ketua RW, ketua RT, Camat,
Lurah, Kepala Sekolah, Guru dan sebagainya.
Status social adalah sekumpulan hak dan kewajiban yang dimiliki
seseorang dalam masyarakatnya (menurut Ralph Linton). Orang yang memiliki
status social yang tinggi akan ditempatkan lebih tinggi dalam struktur
masyarakat dibandingkan dengan status sosialnya rendah.
1.Ascribed Status
Ascribed Status adalah
tipe status yang didapat sejak lahir seperti jenis kelamin, ras, kasta,
golongan, keturunan, suku, usia, dan sebagainya.
2.Achieved Status
Achieved Status adalah
status social yan didapat seseorang karena kerja keras dan usaha yang
dilakukannya. Contoh achieved status yaitu harta kekayaan, tingkat pendidikan,
pekerjaan, dll.
3.Assigned Status
Assigned Status adalah
status social yag dieroleh seseorang di dalam lingkungan masyarakat yang bukan
didapat sejak lahir tetapi diberikan karena usaha dan kepercayaan masyarakat.
Contoh seperti seseorang yang dijadikan kepala suku, ketua adat, sesepuh, dan
sebagainya.
Kadangkala seseorang atau individu dalam
masyarakat memiliki dua atau lebih status yang disandangnya secara bersamaan.
Apabila status-status yang dimilikinya tersebut berlawanan akan terjadi
benturan atau pertentangan. Hal itulah yang menyebabkan timbul apa yang
dinamakan Konflik Status. Jadi akibat yang ditimbulkan dari status social seseorang
adalah timbulnya konflik status.
Macam-macam Konflik Status :
a).Konflik
Status Individual:
Konflik status yang dirasakan seseorang dalam batinnya sendiri.
contoh : - Seorang wanita harus memilih sebagai wanita karier atau ibu rumah tangga.
Konflik status yang dirasakan seseorang dalam batinnya sendiri.
contoh : - Seorang wanita harus memilih sebagai wanita karier atau ibu rumah tangga.
-
Seorang anak harus memilih meneruskan kuliah atau bekerja.
b).Konflik
Status Antar Individu :
Konflik
status yang terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, karena
status yang dimilikinya.
Contoh
: - Perebutan warisan antara dua anak dalam keluarga.
-Tono berantem dengan Tomi
gara-gara sepeda motor yang dipinjamnya dari kakak mereka.
c).Konflik
Status Antar Kelompok :
Konflik
kedudukan atau status yang terjadi antara kelompok yang satu dengan kelompok
yang lain.
Contoh:
- Peraturan yang dikeluarkan satu departemen bertentangan dengan peraturan departemen
yang lain. DPU ( Dinas Pekerjaan Umum) yang punya tanggung jawab terhadap
jalan-jalan raya, kadang terjadi konflik dengan PLN (Perusahaan Listrik Negara)
yang melubangi jalan ketika membuat jaringan listrik baru. Pada waktu membuat
jaringan tersebut, kadangkala pula berkonflik dengan TELKOM karena merusak
jaringan telpon dan dengan PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) karena
membocorkan pipa air. Keempat Instansi tersebut akan saling berbenturan dalam
melaksanakan statusnya masing-masing.
C.HUBUNGAN PERAN DAN STATUS SOSIAL DENGAN
KESETARAAN GENDER
Konsep gender berbeda dengan sex, sex merujuk
pada perbedaan jenis kelamin yang pada akhirnya menjadikan perbedaan kodrati
antara laki-laki dan perempuan, berdasar pada jenis kelamin yang dimilikinya,
sifat biologis, berlaku universal dan tidak dapat diubah. Adapun gender (Echols
dan Shadily, 1976, memaknai gender sebagai jenis kelamin) adalah sifat yang
melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun
kultural (Faqih, 1999), dengan begitu tampak jelas bahwa pelbagai pembedaan
tersebut tidak hanya mengacu pada perbedaan biologis, tetapi juga mencakup
nilai-nilai sosial budaya. Nilai-nilai tersebut menentukan peranan perempuan
dan laki-laki dalam kehidupan pribadi dan dalam setiap bidang masyarakat
(Kantor Men. UPW, 1997). Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa gender adalah
perbedaan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan karena konstruksi sosial,
dan bukan sekadar jenis kelaminnya. Dengan sendirinya gender dapat berubah dari
waktu ke waktu sesuai kontruksi masyarakat yang bersangkutan tentang posisi
peran laki-laki dan perempuan.
Berikut ini
beberapa pengertian gender menurut para ahli, antara lain :
1)
Gener adalah peran social dimana peran laki-laki dan peran
perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004)
2)
Gender adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan
laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nila budaya yang berlaku
dalam periode waktu tertentu (WHO,2001).
3)
Gender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab social bagi
perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh budaya (Azwar, 2001).
4)
Gender adalah jenis kelamin social atau konotasi masyarakat untk
menentukan peran social berdasarkan jenis kelamin (Suryadi dan Idris, 2004).
Berikut ini adalah teori tentang gender, antara lain :
1)
Teori Kodrat Alam
Menurut
teori ini perbedaan biologis yang membedakan jenis kelamin dalam memandang
gender (Suryadi dan Idris, 2004). Teori ini dibagi menjadi 2 yaitu :
1)Teori
Nature
Teori ini
memandang perbedaan gender sebagai kodrat alam yang tidak perlu dipermasalhkan
2)Teori
Nurture
Teori ini
memandang perbedaan gender sebagai hasil rekayasa budaya dan bukan kodrati,
sehingga perbedaan gender tidak berlaku universal dan dapat dipertukarkan.
2)
Teori Kebudayaan
Teori ini
memandang gender sebagai akibat dari kontruksi budaya (Suryadi dan Idris, 2004).
Menurut teori ini terjadi keunggulan laki-laki terhadap perempuan karena
kontruksi budaya, materi, atau harta kekayaan. Gender itu merupakan hasil
proses budaya masyarakat yang membedakan peran social laki-laki dan perempuan.
Pemilahan peran social berdasarkan jenis kelamin dapat dipertukarkan, dibentuk
dan dilatihkan.
3)
Teori Fungsional Struktural
Berdasarkan
teori ini munculnya tuntutan untuk kesetaraan gender dalam peran social di
masyarakat sebagai akibat adanya perubahan struktur nilai social ekonomi
masyarakat. Dalam era globalisasi yang penuh dengan berbagai persaingan peran
seseorang tidak mengacu kepada norma-norma kehidupan social yang lebih banyak
mempertimbangkan factor jenis kelamin, akan tetapi ditentukan oleh daya saing
dan keterampilan (Suryadi dan Idris, 2004)
Dalam
banyak budaya tradisional, perempuan ditempatkan pada posisi yang dilirik
setelah kelompok laki-laki. Fungsi dan peran yang diemban perempuan dalam
mayarakat tersebut secara tidak sadar biasanya dikonstruksikan oleh budaya
setempat sebagai warga negara kelas dua. Pada posisi inilah terjadi bias gender
dalam masyarakat. Meski disadari bahwa ada perbedaan-perbedaan kodrati makhluk
perempuan dan laki-laki secara jenis kelamin
dan konstruksi tubuh, namun dalam konteks budaya peran yang diembannya
haruslah memiliki kesetaraan. Hingga saat ini masih ditengarai terjadi
ketidaksejajaran peran antara laki-laki dan perempuan, yang sebenarnya lebih
didasarkan pada kelaziman budaya setempat.Terkait dalam kehidupan keseharian,
konstruksi budaya memiliki kontribusi yang kuat dalam memposisikan peran
laki-laki - perempuan. Banyaknya ketidaksetaraan ini pada akhirnya memunculkan
gerakan feminis yang menggugat dominasi laki-laki atas perempuan.
Hal ini terjadi pada perempuan di Dusun Kalitengah Lor,
Glagahardjo, Cangkringan, Sleman, seluruhnya ikut bekerja dengan mengandalkan kekuatan
fisik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Perempuan ikut melakukan kegiatan
pertanian, peternakan bahkan mencari pasir dan batu. Lahan pertanian merupakan
sumberdaya andalan sebagai sumber pendapatan guna memenuhi kebutuhan rumah
tangganya. Seluruh lahan garapan berupa lahan kering ditanami rumput dan kayu,
lahan dekat pemukiman biasan ditanami
polowijo seperti ketela, jagung dan
sedikit sayuran untuk konsumsi sendiri. Seluruh
perempuan mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan peternak sebagai mata
pencaharian pokok dan perempuan yang mempunyai mata pencaharian tambahan
mencapai 48,2 persen, kelompok perempuan
ini berarti mempunyai peran multiple
role sebagai ibu rumahtangga, petani dan peternak masih mempunyai kegiatan
tambahan sebagai pedagang, buruh serabutan, mencari pasir, batu dan hasil hutan.
Perbedaan laki- laki dan
perempuan dalam konstruksi sosial budaya telah merugikan perempuan seperti
melahirkan pembagian kerja yang tidak seimbang, perempuan mempunyai beban kerja
lebih berat apabila harus bekerja mencari nafkah. Subordinasi terhadap
perempuan dengan anggapan perempuan memiliki kualitas rendah telah merugikan
perempuan sehingga perempuan didorong untuk bertanggungjawab pada tugas
rumahtangga. Kegiatan rumahtangga tidak
menghasilkan uang/ upah dan kegiatan tersebut identik dengan perempuan bahkan selayaknya menjadi kewajiban dan
tanggung jawab perempuan. Kenyataan
bahwa perempuan harus bertanggung jawab atas seluruh beban kerja di
rumahtangga meskipun perempuan mampu memberikan sumbangan pendapatan dari pekerjaan di luar rumah
tangga.
Kerancuan
dalam mempersepsi perbedaan seks dalam kontek sosial budaya dan status, serta
peran yang melakat pada relai laki-laki perempuan pada akhirnya
menumbuhsuburkan banyak asumsi yang
memposisikan perempuan sebagai subordinat laki-laki. Ketimpangan relasi
laki-laki perempuan ini muncul dalam anggapan, laki-laki memiliki sifat
misalnya assertif, aktif, rasional, lebih kuat, dinamis, agresif, pencari
nafkah utama, bergerak di sektor publik, kurang tekun. Sementara itu di lain
sisi, perempuan diposisikan tidak assertif, pasif, emosional, lemah, statis,
tidak agresif, penerima nafkah, bergerak di sektor domestik, tekun, dll
Contoh peran gender berbeda
antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain sebagai berikut:
(1). Masyarakat Bali menganut sistem kekerabatan patrilineal, berarti hubungan keluarga dengan garis pria (ayah) lebih penting atau diutamakan dari pada hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu).
(2). Masyarakat Sumatera Barat menganut sistem kekerabatan matrilineal, berarti hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu) lebih penting dari pada hubungan keluarga dengan garis pria (ayah).
(3). Masyarakat Jawa menganut sistem kekerabatan parental/ bilateral, berarti hubungan keluarga dengan garis pria (ayah) sama pentingnya dengan hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu).
(1). Masyarakat Bali menganut sistem kekerabatan patrilineal, berarti hubungan keluarga dengan garis pria (ayah) lebih penting atau diutamakan dari pada hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu).
(2). Masyarakat Sumatera Barat menganut sistem kekerabatan matrilineal, berarti hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu) lebih penting dari pada hubungan keluarga dengan garis pria (ayah).
(3). Masyarakat Jawa menganut sistem kekerabatan parental/ bilateral, berarti hubungan keluarga dengan garis pria (ayah) sama pentingnya dengan hubungan keluarga dengan garis wanita (ibu).
Jadi status dan peran pria
dan wanita berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain,
yang disebabkan oleh perbedaan norma sosial dan nilai sosial budaya. Contoh
peran gender berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan jaman
sebagai berikut. Pada masa lalu, menyetir mobil hanya dianggap pantas dilakukan
oleh pria, tetapi sekarang wanita menyetir mobil sudah dianggap hal yang biasa.
Contoh lain, pada masa silam, jika wanita ke luar rumah sendiri (tanpa ada yang
menemani) apalagi pada waktu malam hari, dianggap tidak pantas, tetapi sekarang
sudah dianggap hal yang biasa.
Contoh peran gender yang
dapat ditukarkan antara pria dengan wanita sebagai berikut. Mengasuh anak,
mencuci pakaian dan lain-lain, yang biasanya dilakukan oleh wanita (ibu) dapat
digantikan oleh pria (ayah). Contoh lain, mencangkul, menyembelih ayam dan
lain-lain yang biasa dilakukan oleh pria (ayah) dapat digantikan oleh wanita (ibu).
Dikemukakan oleh Bemmelen
(2002), beberapa ciri gender yang dilekatkan oleh masyarakat pada pria dan
wanita sebagai berikut. Perempuan memiliki ciri-ciri: lemah, halus atau lembut,
emosional dan lain - lain. Sedangkan pria memiliki ciri-ciri: kuat, kasar,
rasional dan lain-lain. Namun dalam kenyataannya ada wanita yang kuat, kasar
dan rasional, sebaliknya ada pula pria yang lemah, lembut dan emosional.
Beberapa status dan peran yang dicap cocok atau pantas oleh masyarakat untuk
pria dan wanita sebagai berikut:
4) Untuk Perempuan
a) Ibu
rumah tangga
b) Bukan
pewaris
c) Tenaga
kerja domestic (urusan rumah tangga)
d) Pramugari
e) Panen
padi
5) Untuk
Laki-Laki
a) Kepala
keluarga / rumah tangga
b) Pewaris
c) Tenaga
kerja public (mencari nafkah)
d) Pilot
e) Pencangkul
lahan
Dalam kenyataannya, ada pria
yang mengambil pekerjaan urusan rumah tangga, dan ada pula wanita sebagai
pencari nafkah utama dalam rumah tangga mereka, sebagai pilot, pencangkul lahan
dan lain-lain. Dengan kata-kata lain, peran gender tidak statis, tetapi dinamis
(dapat berubah atau diubah, sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi).
Berkaitan dengan gender,
dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut:
1)
Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang,
menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi
maupun untuk diperdagangkan. Peran ini sering pula disebut dengan peran
di sektor publik.
2)
Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang
untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan
pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian
dan alat-alat rumah tangga, menyetrika, membersihkan rumah, dan lain-lain.
Peran reproduktif ini disebut juga peran di sektor domestik.
3)
Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk
berpartisipasi di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong-royong
dalam menyelesaikan beragam pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama.
(Kantor Menteri Negara Peranan Wanita, 1998 dan Tim Pusat Studi Wanita
Universitas Udayana, 2003).
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1) Peranan merupakan aspek dinamis dari
kedudukan, yaitu seseorang yang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya. Artinya,
apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
maka dia telah menjalankansuatu peranan.
2) Status merupakan perwujudan atau pencerminan
dari hak dan kewajiban individu dalam tingkah lakunya. Status social sering
pula disebut sebagai kedudukan atau posisi, peringkat seseorang dalam kelompok
masyarakatnya.
3) Status dan peran pria dan wanita berbeda
antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain, yang disebabkan oleh
perbedaan norma sosial dan nilai sosial budaya. Nilai-nilai
tersebut menentukan peranan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan pribadi dan
dalam setiap bidang masyarakat. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa gender
adalah perbedaan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan karena konstruksi
sosial, dan bukan sekadar jenis kelaminnya. Dengan sendirinya gender dapat
berubah dari waktu ke waktu sesuai kontruksi masyarakat yang bersangkutan
tentang posisi peran laki-laki dan perempuan.
B.Saran
Mengupayakan peranan wanita
yang berwawasan gender, dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender di dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini perlu didukung oleh perilaku
saling menghargai atau menghormati, saling membantu, saling pengertian, saling
peduli dan saling membutuhkan antara pria dengan wanita.
Daftar Pustaka
http://novian-r-p-fisip08.web.unair.ac.id/artikel_detail-37211-Informasi%20dan%20Aspek%20Psikologi-Peran%20dan%20Status.html
(diakses pada tanggal 31 desember 2012,pukul 20.34 WIB)
http://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2165744-definisi-peran-atau-peranan
(diakses pada tanggal 31 desember 2012,pukul 21.17 WIB)
http://id.shvoong.com/society-and-news/gender/2220358-pengertian-gender-menurut-para-ahli/#ixzz2GhkhzPG3 (diakses pada tanggal 31 desember 2012,pukul 21.20 WIB)
http://luluvikar.wordpress.com/2010/12/05/status-sosial-dan-peranan-sosial/
(diakses pada tanggal 01 january 2013, pukul 08.13 WIB)
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/Hastuti,%20M.Si.%20Dr.%20/Beban%20Kerja%20Perempuan%20di%20Lereng%20Merapi.pdf
(diakses pada tanggal 01 January 2013, pukul 08.24 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar